Dering ponselku berbunyi... Kulirik layar ponselku tertera nama orang yang aku sangat kenal. Kuangkat telepon itu, diseberang telepon ada suara lirih ibuku, namun tak jelas pembicaraannya, namun sempat aku tangkap intinya "mamah sakit". Seketika itu aku bangun dari tempat semula aku berbaring, dan mengajak suami serta kedua anakku untuk segera menyiapkan diri bergegas kerumah orang tuaku. Kebetulan saat itu hari Sabtu sore, cuaca mendung, dan kami semua ada di rumah.
Suamiku tipe menantu yang sangat sayang pada mertuanya. Mendengar mertuanya sakit beliau segera mencari kunci dan memanaskan mobil. Seraya mengingatkanku membawa bawa baju ganti anak-anak. Akupun segera menarik tas jinjing, dan memasukkan baju ganti anak-anak kedalam tas yang aku bawa.
Setelah mengunci pintu dan pagar rumah dan menyalakan lampu teras, kulihat anak-anak juga sudah ada di dalam sana, tak berapa lama mobil mulai melaju, membawa kami ke rumah orang tuaku. Untungnya jarak rumah kami dengan rumah orang tua tak jauh hanya sekitar 10 menit menggunakan kendaraan. Hanya berbeda kompleks saja.
Jalan di kompleks rumah orang tuaku memang tak selebar jalan di kompleks rumah kami, hanya cukup 1 mobil dan 1 motor. Apabila mobil berpapasan, maka salah satu mobil harus mengalah. Suamiku sengaja memarkirkan mobil di jalan yang sepi dan lebih lebar, agar sewaktu-waktu pergi lebih mudah aksesnya.
Benar saja dugaan suamiku, aku masuk kerumah orang tuaku, kulihat Bapakku sedang duduk di kursi ruang tamu, menyapaku dan menerangkan kalau ibuku mengeluh pusing sejak tadi malam. Aku bergegas menghampiri ibuku didalam kamar, kulihat ibu sedang berbaring di kasur dan terlihat sayu matanya. Aku bertanya dan duduk di samping tempat tidur ibuku, "Mamah sakit apa ?" Ibuku menjawab "pusing..." Tapi dengan suara yang mulai tidak jelas artikulasinya. "Kita ke dokter yuk..!" Ibuku hanya menggelengkan kepalanya tanda ada penolakan dari beliau. Tanpa aku sadari suamiku ada dibelakangku, dan menyakinkan ibuku agar mau kami ajak kedokter.
Akhirnya ibu pun mau pergi ke dokter, beliau mulai bangun dari tidurnya sambil memegang kepalanya, tanda dia merasakan pusing yang sangat hebat. Artikulasi pembicaraan ibuku semakin ku dengar tidak jelas, suamiku mengajak kami secepatnya pergi ke dokter. Untungnya Ibuku saat itu masih bisa jalan sendiri, aku segera menarik jaket di kursi, kemudian memakaikannya dan memapahnya pelan-pelan menuju mobil.
Ibuku memang wanita kuat, walau dia merasakan pusing yang sangat hebat, ketika bertemu tetangga di depan rumah beliau masih bisa menyapa dan berpamitan pada tetangga depan rumah. Walau sebenarnya artikulasi nya sudah semakin tak jelas. Tetangga hanya tersenyum, tapi terlihat kebingungan karena tidak mengerti apa yang diucapkan ibuku. Sementara itu bapakku mengunci pintu dan menyusul kami menuju arah mobil parkir.
Sesaat sebelum mobil melaju, kami berdiskusi mau ke klinik atau langsung ke rumah sakit. Akhirnya diambil sebuah kesepakatan kalau kami ke klinik dulu untuk minta rujukan ke rumah sakit. Bapakku membuka tas berisi dompet ibuku dan memastikan kartu jaminan kesehatan ibuku, tanda pengenal ibuku sudah kami bawa.
Waktu menunjukkan pukul 18.00, aku turun dari mobil dan berlari kecil menuju klinik. Aku temui petugas pendaftaran, dan aku sampaikan niatku meminta rujukan untuk ibuku ke rumah sakit. Setelah berdialog mengenai kondisi ibuku saat ini, petugas pendaftaran merekomendasikan agar aku langsung ke UGD rumah sakit kalau memang kondisi ibu saya saat ini sedang urgent. Kebetulan dokter sedang istirahat dan ini waktunya menjalankan ibadah shalat magrib. Tentunya harus menunggu dokter kurang lebih 1 jam baru kembali ke tempat praktek.
Aku pun bergegas balik kanan kembali ke mobil, menceritakan kronologi aku bertemu petugas pendaftaran yang merekomendasikan untuk langsung saja ke UGD rumah sakit tanpa harus membawa surat rujukan dari klinik. Aku melihat kondisi ibuku didalam mobil terlihat menyederkan kepalanya di jok mobil, matanya tertutup untuk mengurangi rasa sakit di kepalanya. Tanpa berpikir panjang suamiku menancap gas mobil dalam-dalam dan mengarahkan mobil menuju rumah sakit.
Kulihat ibuku semakin lemas, tidak ada sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Aku semakin gelisah, aku benar-benar takut melihat kondisi ibuku saat ini. Suatu keadaan yang belum pernah aku alami sebelumnya.
Perjalanan ke rumah sakit yang hanya membutuhkan waktu 15 menit serasa 15 jam aku lewati..
(Disambung ke part 4 yaa kawan ...)
Bandung, 16 Juni 2022
ti2s_mratri
Komentar
Posting Komentar